
GARUTNEWSTODAY.COM – Garut – Narasi kritik tajam terhadap kebijakan keuangan Pemerintah Kabupaten Garut kembali mencuat di media sosial. Seorang warga Garut asli Caringin, melalui akun Instagram @denski menyoroti adanya ketimpangan besar dalam struktur APBD Kabupaten Garut Tahun 2025 yang nilainya nyaris sempurna mencapai Rp 5 triliun.
Dalam unggahannya yang viral di media sosial, warga tersebut menampilkan data postur APBD Garut 2025 dengan total Rp 4,9 triliun. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin dengan anggaran sebesar itu, masih banyak warga lanjut usia (lansia) di Garut yang masih harus bekerja keras hanya untuk mendapat upah Rp 10–15 ribu per hari dalam menyambung hidup.
“Dengan APBD hampir lima triliun, masa masih banyak lansia yang kerja serabutan demi makan di berbagai daerah. Ada yang jadi kuli, ada yang nyapu di jalan, tapi gaji pegawai dan pejabatnya miliaran,” ujarnya dalam video berdurasi kurang dari satu menit yang diunggah ke Instagram storynya.
Warga tersebut menyoroti sejumlah alokasi anggaran Pemkab Garut yang dinilainya tidak mencerminkan keadilan sosial bagi warganya, antara lain: belanja pegawai yang mencapai lebih dari Rp 2 triliun, anggaran rapat dan perjalanan dinas sekitar Rp 12 miliar, biaya makan dan minum miliaran rupiah, belanja alat tulis kantor (ATK), serta pengadaan seragam pegawai dengan nominal fantastis.
“Buat ATK sekian miliar, buat meeting belasan miliar, sampai baju kita beliin loh, pajak rakyat harusnya dialokasikan dengan tepat sih,” tambahnya dalam unggahan yang kini ramai dibagikan di berbagai platform media sosial.
Postur anggaran 2025: belanja besar, realisasi belum maksimal. Berdasarkan data yang beredar, dari total pagu Rp 4,9 triliun, realisasi anggaran baru mencapai sekitar Rp 3,6 triliun atau sekitar 73,67%. Sementara itu, beberapa sektor sosial dan pelayanan dasar seperti pemberdayaan masyarakat, pendidikan nonformal, dan kesejahteraan sosial masih belum menunjukkan penyerapan optimal bahkan nyaris jadi bahan bancakan pula.

Pada sektor-sektor tersebut, menurut Dosen kebijakan publik STISIP Samudera Indonesia Selatan, Ade Burhanudin, S.I.P., M.Si., menyampaikan bahwa semestinya menjadi prioritas utama dalam belanja daerah.
“Kritik warga ini tentu sangat relevan. APBD bukan sekadar nominal, tapi refleksi keadilan dan kesejahteraan harus didistribusikan dengan penuh integritas. Ketika pegawai nyaman tapi rakyat masih lapar, tentunya ada yang salah dalam arah kebijakan, tata kelola fiskal kita,” tegas Ade Burhanudin saat dimintai tanggapan oleh media.
Transparansi dan akuntabilitas dipertanyakan apabila realisasi APBD tidak sesuai semestinya. Kritik ini menambah daftar panjang tuntutan publik agar Pemkab Garut lebih transparan dalam pengelolaan APBD. Laporan keuangan daerah selama ini memang tersedia secara terbuka, namun sebagian masyarakat menilai bahwa laporan realisasi anggaran tidak cukup menjelaskan dampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan warga.
“Data boleh terbuka, tapi manfaatnya harus terasa. Kalau masih ada warga tua kerja karena miskin, berarti ada ketimpangan struktural yang belum diselesaikan,” sambung Ade Burhanudin.
Beragam komentar warganet membanjiri unggahan tersebut, sebagian besar mendukung kritik yang disampaikan. Mereka mendesak Bupati Garut dan DPRD Kabupaten Garut untuk meninjau ulang prioritas anggaran 2025 dan memastikan setiap rupiah benar-benar berpihak kepada rakyat kecil.
Redaksi garutnewstoday akan terus menelusuri lebih dalam komposisi APBD Garut 2025, termasuk membandingkan antara pos belanja langsung untuk masyarakat dengan belanja rutin aparatur daerah. Publik kini menunggu, apakah kritik tajam dari warga ini akan menjadi momentum evaluasi nyata, atau kembali tenggelam di antara angka-angka laporan keuangan berbentuk administrasi.
***Red